Dilarang Rayakan Natal Bersama, Ini Curhat Sedih Jemaat Katolik di Dharmasraya

11.33
Dilarang Rayakan Natal Bersama, Ini Curhat Sedih Jemaat Katolik di Dharmasraya - Hallo sahabat IFKNews, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Dilarang Rayakan Natal Bersama, Ini Curhat Sedih Jemaat Katolik di Dharmasraya, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel IFKNews Sekilas Politik, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Dilarang Rayakan Natal Bersama, Ini Curhat Sedih Jemaat Katolik di Dharmasraya
link : Dilarang Rayakan Natal Bersama, Ini Curhat Sedih Jemaat Katolik di Dharmasraya

Baca juga


Dilarang Rayakan Natal Bersama, Ini Curhat Sedih Jemaat Katolik di Dharmasraya


Beritaterheboh.com - Sejumlah umat Katolik di Dharmasraya, Sumatera Barat, tidak dapat merayakan Natal secara bersama-sama karena sebuah aturan. 

Mereka tidak diizinkan menggelar misa dan perayaan Natal oleh pemerintah Nagari Sikabau (setingkat desa) di rumah ibadah sementara. Karena aturan tersebut, 40 umat Katolik di Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, memutuskan tidak akan merayakan Natal tahun ini.

Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Dharmasraya telah menawarkan fasilitas kendaraan agar mereka dapat melakukan misa di gereja di Kota Sawahlunto atau tempat lain, tetapi umat menolaknya. 

"Walaupun hati kami menangis, kami akan patuh. Cuma sampai kapan pemerintah akan memperlakukan kami seperti itu? Tawaran pemerintah seperti transportasi sudah kami sosialisasikan, kata umat tidak usahlah mengadakan ibadah, mungkin ini ujian untuk kita," kata Maradu Lubis, Ketua Stasi Jorong Kampung Baru dilansir dari BBC News Indonesia.

Pada awal Desember 2019 Maradu Lubis mengajukan izin agar dapat melakukan ibadah dan perayaan Natal di rumah singgah Katolik di Kampung Baru. 

Namun, Wali Nagari tidak memberikan izin dan melaporkan surat penolakan warga dua tahun sebelumnya yang dianggap belum dicabut. 

Surat penolakan itu dikeluarkan pada 22 Desember 2017. Kala itu Wali Nagari Sikabau mengirimkan surat pemberitahuan kepada Maradu Lubis yang isinya tidak mengizinkan perayaan Natal 2017 dan tidak mengizinkan perayaan tahun baru 2018 di Jorong Kampung Baru dan di wilayah Nagari Sikabau.

Selain itu, juga dilampirkan surat pernyataan bersama tokoh adat dan tokoh masyarakat Nagari Sikabau. 

Surat tersebut melarang umat Kristiani melaksanakan perayaan agamanya secara terbuka, sekaligus melarang melaksanakan ibadah secara terbuka di rumah dan di tempat lain di Kenagarian Sikabau. 

Isi surat itu juga memperingatkan jika umat Kristen tidak mengindahkan pemberitahuan dan pernyataan Pemerintah Nagari, ninik mamak, tokoh masyarakat, dan pemuda Nagari Sikabauakan akan memberikan tindakan tegas. Umat Katolik hanya boleh melaksanakan ibadah di rumah masing-masing serta tidak mengundang umat Kristen lainnya.

Saat ini ada 40 orang Katolik, atau 10 keluarga, Katolik di Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau. Setiap tahun mereka menyelenggarakan misa Natal di Gereja Santa Barbara di Kota Sawahlunto, sekitar 120 kilometer dari tempat tinggal mereka. 

Mereka juga tidak berani melakukan misa Minggu secara terbuka di rumah warga yang dijadikan rumah singgah. 

"Saya tidak minta yang muluk-muluk, beribadah di rumah saja, bisa itu sudah lebih daripada cukup. Berpindah-pindah pun kami dari rumah ke rumah asalkan boleh sekali seminggu untuk merayakan ibadah," kata Maradu. Trisila Lubis (56 tahun), pemilik Rumah Singgah Katolik di Jorong Kampung Baru, mengatakan selama ini setiap Minggu umat Katolik di Jorong Kampung Baru beribadah di rumahnya.

Sebelumnya pada akhir 1999 sebuah rumah yang mereka beli untuk gereja dibakar warga dengan alasan tidak ada izin. 

Umat Katolik akhirnya setiap Minggu misa di rumah mereka sendiri. "Pada 2010 saya minta kepada Pak Wali Nagari agar kami diizinkan beribadah di rumah saya. Karena diizinkan, kami mulai. Awalnya di ruang tamu saya, lalu baru pada 2017 saya buat ruangan menempel dengan rumah saya sebagai rumah singgah," kata Trisila Lubis.

Guru sekolah dasar tersebut juga memanfaatkan rumah singgah untuk memberi les tambahan kepada siswanya dan pendidikan Katolik bagi anak-anak yang beragama Katolik. Setiap hari Minggu umat Katolik juga mengadakan misa secara diam-diam.

Kepala Jorong (Dusun) Kampung Baru M Jumain mengatakan tidak melarang umat Katolik dan Protestan yang ada di dusunnya merayakan Natal. 

"Silakan merayakan di rumah masing-masing. Kalau mau merayakan Natal bersama-sama kan bisa bergabung merayakannya di Sungai Rumbai. Di sana ada tempat ibadahnya, tempatnya juga tidak jauh, hanya 30 menit dari sini, atau ke gereja di Sawahlunto, itu 1,2 jam dari sini," kata M Jumain. 

Ia mengatakan, Rumah Singgah untuk misa Katolik di Jorong Kampung Baru belum punya izin. "Yang keberatan itu ninik mamak (tetua adat) karena ada kesepakatan ninik mamak pada 2017 tentang pelarangan, itu yang belum dicabut," kata M Jumain.

Ia mengatakan, masyarakat beda agama di Jorong Kampung Baru hidup berdampingan tanpa masalah. Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nagari Sikabau Jamhur Dt Jati menjelaskan sebanyak 44 kepala keluarga dari Jawa bertransmigrasi ke Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, pada 1965. Masyarakat Nagari Sikabau memberikan tanah dengan sukarela, juga membantu membangunkan rumah bedeng dengan atap daun kelapa untuk transmigran. 

"Kami juga yang memberi makan transmigran saat itu," kata Jamhur Dt Jati.

Saat itu, katanya, pemberian tanah menjunjung tinggi nilai-nilai adat istiadat di Nagari Sikabau dan patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan dan dijalankan di Nagari Sikabau. 

Pada pertengahan 1980-an baru datang masyarakat lain yang berasal dari Sumatera Utara, yang kebanyakan non-Muslim. 

Jamhur berkisah pada masa reformasi, warga Katolik memanfaatkan sebuah rumah di Jorong Sikabau untuk gereja yang tidak memiliki izin. 

Konflik terjadi dengan masyarakat dan gereja dibakar. Konflik saat itu sudah diselesaikan di kepolisian setempat. Menurut Jamhur Datuk Jati, salah satu solusi penyelesaian yang diambil pada waktu itu adalah penghapusan pelarangan beribadah bagi semua agama.

Sementara ibadah berjamaah dianjurkan untuk mengikuti aturan yang ada. 

"Kalau mau merayakan Natal bersama-sama, carilah tempat yang resmi, misalnya di Sungai Rumbai. Ini untuk keamanan saudara kita juga (Katolik)," katanya. 

Ia mengatakan masyarakat belum bisa menerima perayaan Natal di Jorong Kampung Baru. "Barangkali kalau kita kasih pengertian mungkin lama-lama bisa menerima ini. Kalau untuk hidup berdampingan enggak ada masalah," katanya.

Sudarto dari Pusaka, lembaga yang sering mengadvokasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Sumatera Barat, mengatakan praktik-praktik intoleransi masih kerap terjadi di sana. 

Pusaka saat ini menangani 8 kasus yang sama di Sumatera Barat, termasuk kasus pelarangan perayaan Natal di Jorong Kampung Baru di Nagari Sikabau, Dharmasraya. 

Ia mengatakan mengacu pada hasil indeks kerukunan umat beragama yang diluncurkan Kementerian Agama 2019 beberapa minggu lalu, Sumatera Barat dihadapkan dengan indeks kerukunan di bawah standar terburuk kedua setelah Provinsi Aceh.

"Pemerintah Jokowi tidak lebih baik dari SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), bahkan kadang-kadang sama dengan Soeharto dalam pengelolaan keragaman agama.

 Sama sekali tidak berbuat apa-apa untuk kasus ini, hanya imbauan. Pemerintah pusat harus membuat regulasi tata kelola keberagaman yang bisa melindungi semua kelompok agama maupun kepercayaan," kata Sudarto. 

Sudarto juga mendorong pemerintah Dharmasraya untuk aktif menengahi sengketa. 

"Jadi solusinya bukan meminjamkan mobil lalu pindah beribadah ke tempat lain. 
Seharusnya kalau rumah ibadahnya belum ada izin, bisa misalnya pinjamkan aula yang tidak dipakai, atau mempermudah pengurusan izin rumah ibadah," katanya.

Sekretaris Daerah Dharmasraya Adlisman mengatakan sudah menyarankan kepada warga Katolik di Jorong Kampung Baru untuk merayakan Natal di tempat terdekat. 

"Kampung Baru itu suasananya berbeda, pada 1965 katanya ada perjanjian sebelumnya, orang yang datang ke sana tentu mereka harus mengikuti adat istiadat di situ, seperti kata Ketua MUI Sumatera Barat, hormatilah apa yang ada di daerah di situ," kata Adlisman.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jemaat Katolik di Dharmasraya Dilarang Rayakan Natal Bersama: Kami Akan Patuh...",

from Berita Heboh https://ift.tt/35PmZES
via IFTTT


loading...

Demikianlah Artikel Dilarang Rayakan Natal Bersama, Ini Curhat Sedih Jemaat Katolik di Dharmasraya

Sekianlah artikel Dilarang Rayakan Natal Bersama, Ini Curhat Sedih Jemaat Katolik di Dharmasraya kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Dilarang Rayakan Natal Bersama, Ini Curhat Sedih Jemaat Katolik di Dharmasraya dengan alamat link https://ifknews.blogspot.com/2019/12/dilarang-rayakan-natal-bersama-ini.html

Artikel Terkait

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »

Tidak ada komentar:

Posting Komentar